Kamis, 02 Maret 2017

Pengolahan tanah untuk budidaya jagung

Komoditas jagung mempunyai kegunaan yang sangat strategis, baik dalam sistem ketahanan pangan maupun perannya sebagai penggerak roda ekonomi nasional. Jagung digunakan bahan sebagai pangan, pakan dan bahan bakar alternatif (biofuel). Permintaan jagung baik untuk industri pangan, pakan, dan kebutuhan industri lainnya dalam lima tahun ke depan diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk. Menurut Kementerian Pertanian diperkirakan kebutuhan jagung untuk industri pakan ternak, konsumsi langsung, bahan baku industri dan kebutuhan untuk benih akan mencapai lebih kurang 22 juta ton. Swasembada jagung merupakan keniscayaan, untuk mewujudkan swasembada jagung dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT), yaitu pengelolaan berkaitan dengan pengelolaan lahan, air, tanaman, organisme penganggu tanaman dan iklim secara terpadu dan berkelanjutan dalam upaya peningkatan produktivitas, pendapatan petani dan kelestarian lingkungan.
Pengolahan tanah dapat diartikan sebagai kegiatan manipulasi mekanik terhadap tanah. Pengolahan tanah merupakan tindakan yang penting untuk menciptakan kondisi media perakaran yang mampu mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Tanah berfungsi sebagai wahana (media) dimana air, udara,hara dan energi ditranslokasikan ke biji dan tanaman itu sendiri, oleh karena itu sifat-sifat tanah yang mempengaruhi penyimpanan dan translokasi parameter tersebut memainkan peran sangat penting.
Perlu diingat bahwa tanaman tidak memberikan tanggapan langsung kepada alat yang digunakan dalam mengolah tanah, tetapi lebih pada kondisi tanah yang dihasilkan dari pengolahan tanah tersebut. Perlu atau tidaknya tanah diolah tergantung tekstur tanah (ringan, sedang, berat).
Tanah bertekstur berat umumnya ditandai dengan kandungan lempungnya yang lebih tinggi daripada kandungan pasir dan debunya. Tanah bertekstur ringan umumnya ditandai dengan kandungan pasir lebih tinggi dari kandungan lembung dan debunya, sedangkan tanah bertekstur sedang ditandai dengan lempung,pasir dan debunya seimbang.
Sistem Pengolahan Tanah
Penyiapan lahan untuk budidaya tanaman jagung dimulai dengan pembersihan gulma yang tumbuh. Pengolahan tanah diperlukan untuk menghasilkan lingkungan fisik tanah yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman. Dalam penyiapan  lahan untuk penanaman jagung dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain yaitu Pengolahan Tanah Konvensional  atau yang biasa disebut Olah Tanah Sempurna (OTS), dan Pengolahan Tanah Konservasi.
1.     Pengolahan Tanah Konvensional
Pengolahan tanah secara konvensional atau pengolahan tanah sempurna  sebaiknya dilakukan setelah hujan mulai turun dengan mempertimbangkan kondisi lengas tanah yang sesuai untuk pengolahan tanah atau dapat juga dilakukan sebelum hujan turun, dengan tahapan sebagai berikut:
·       Pembersihan lahan dari sisa sisa tanaman sebelumnya. Bila perlu sisa tanaman yang cukup banyak dapat digunakan sebagai mulsa. Pembersihan gulm dapat dilakukan dengan menggunakan herbisida.
·       Pencangkulan dilakukan dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah tanah agar diperoleh tanah yang gembur untuk memperbaiki aerasi. Kedalaman olah tanah 15-20 cm, dan diratakan. Tanah bertekstur berat  memerlukan pengolahan lebih dari satu kali. Pertama-tama tanah dicangkul/dibajak lalu dihaluskan dan diratakan.
·       Pengolahan tanah secara konvensional dengan melakukan pembalikan tanah dan pemecahan bongkahan tanah/penggemburan agar diperoleh tanah yang gembur untuk aerasi, tanah yang akan ditanami diolah dengan menggunakan bajak singkal dan rotari.
·       Pada lahan yang mempunyai drainase jelek, setiap 3 meter dibuat saluran drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar saluran 25-30 cm dengan kedalaman 20 cm. Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek.
·       Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah harus dikapur untuk meningkatkan pH tanah. Jumlah kapur yang diberikan berkisar antara 1-3 ton yang diberikan tiap 2-3 tahun. Pemberian dilakukan dengan cara menyebar kapur secara merata atau pada barisan tanaman, sekitar 1 bulan sebelum tanam. Dapat pula digunakan dosis 300 kg/ha per musim tanam dengan cara disebar pada barisan tanaman. Jika tidak tersedia kapur dalam jumlah yang cukup, dapat digunakan kotoran ayam petelur yang sudah masak (telah terdekomposisi)
·       Pengolahan tanah umumnya dilakukan dua kali pada pengolahan pertama tanah dicangkul/dibajak dan dibalik sehingga sisa-sisa tanaman terbenam dan selanjutnya mengalami proses pembusukan. Pengolahan tanah kedua dilakukan satu minggu setelah pengolahan tanah pertama dengan garu/sisir serta perataan sehingga lahan siap ditanami.
Keuntungan pengolahan tanah secara konvensional diantaranya adalah memperbaiki aerasi tanah, mengendalikan gulma, memutus siklus hidup hama, dan memudahkan aktivitas budidaya lainnya.
Pengolahan tanah secara konvensional juga mempunyai kelemahan diantaranya merusak struktur lapisan tanah, meningkatkan peluang erosi dan penguapan lengas tanah dan membutuhkan tenaga  kerja yang lebih banyak.
2.     Pengolahan Tanah Konservasi
Strategi penyiapan lahan yang kini banyak menarik perhatian adalah penerapan pengurangan pengolahan tanah atau Olah tanah konservasi (OTK). OTK dapat diartikan sebagai tindakan pengurangan pengolahan tanah dan disertai dengan penggunaan mulsa.
Olah tanah konservasi adalah penyiapan lahan yang menyisakan sisa tanaman di atas permukaan tanah sebagai mulsa dengan tujuan untuk mengurangi erosi dan penguapan air dari permukaan tanah. (Utomo, 1995) mendifinisikan olah tanah konservasi sebagai suatu cara pengolahan tanah yang bertujuan untuk menyiapkan lahan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi optimum, namum tetap memperhatikan aspek konservasi tanah dan air.
Olah tanah konservasi dicirikan oleh berkurangnya pembongkaran/pembalikan tanah, penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa dan kadang-kadang dengan penggunaan herbisida untuk menekan pertumbuhan gulma atau tanaman penggangu lainnya; kelebihan sistem olah tanah konservasi dalam penyiapan lahan adalah sebagai berikut :
a.     Menghemat tenaga dan waktu
b.    Meningkatkan kandungan bahan organik tanah
c.     Meningkatkan ketersediaan air dalam tanah
d.    Memperbaiki kegemburan tanah dan meningkatkan porositas tanah
e.     Mengurangi erosi tanah
f.     Memperbaiki kualitas air
g.    Meningkatkan kandungan fauna tanah
h.     Mengurangi penggunaan alsintan seperti traktor
i.      Menghemat penggunaan bahan bakar
j.      Memperbaiki kualitas udara
Keberhasilan olah tanah konservasi mengurangi erosi dan penguapan air dimungkinkan oleh :
a.     keberadaan sisa tanaman dalam jumlah memadai di permukaan tanah;
b.     kondisi tanah yang kasar (rough), sarang (porous), berbongkah (cloddy), bergulud (bridget); atau
c.     kombinasi dari keduanya. Sehingga nampak jelas keefektifan OTK ditentukan oleh penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa dipermukaan tanah.
Kelemahan dari pengolahan tanah konservasi adalah kemungkinan populasi hama meningkat, bahan organik terkonsentrasi pada lapisan atas tanah dan membutuhkan waktu yang lama untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Pengolahan tanah secara konservasi terdiari atas beberapa macam, diantaranya adalah :
a. Olah Tanah Minimum (OTM).
OTM adalah cara penanaman yang dilakukan dengan mengurangi frekuensi pengolahan. Pengolahan tanah dilakukan sekali dalam setahun atau sekali dalam 2 tahun tergantung pada tingkat kepadatan tanahnya, dan sisa tanaman disebarkan seluruhnya diatas permukaan tanah sebagai mulsa setelah pengolahan tanah.
Pada tanah-tanah yang cepat memadat seperti pada tanah yang bertekstur berat, pengolahan tanah dapat dilakukan dalam sekali setahun; sedangkan pada tanah-tanah yang bertekstur sedang dapat dilakukan sekali dalam 2 tahun.
b. Olah Tanah Strip (strip tillage)
Olah Tanah Strip (OTS) adalah cara pengolahan tanah yang dilakukan hanya pada strip-strip atau alur-alur yang akan ditanami, biasanya strip-strip tersebut dibuat mengikuti kontur. Bagian lahan diantara 2 strip tidak terganggu/diolah.
Sisa tanaman disebar sebagai mulsa diantara 2 strip dan menyisakan zona sekitar strip tanpa adanya mulsa.
c. Tanpa Olah Tanah (TOT)
TOT adalah cara penanaman yang tidak memerlukan pengolahan tanah, kecuali membuka lubang kecil untuk meletakkan benih.
Di negara-negara maju, peletakan benih dilakukan dengan menggunakan alat berat berupa planter yang dilengkapi dengan disk-opener, sedang di negara-negara berkembang seperti Indonesia pada umumnya masih menggunakan tongkat kayu yang diruncingkan bagian bawahnya (tugal).
TOT biasanya dicirikan dengan sangat sedikitnya gangguan terhadap permukaan tanah kecuali lubang kecil untuk meletakkan benih dan adanya sisa tanaman sebagai mulsa yang menutupi sebagian besar (60 – 80 %) permukaan lahan.
Budidaya jagung dengan teknik penyiapan lahan Tanpa Olah Tanah (TOT) dapat berhasil baik pada tanah bertekstur ringan sampai sedang dan ditunjang oleh drainase yang baik (Lopez-Belido et al., 1996). Pada tanah bertekstur ringan dan sedang penyiapan lahan dengan sistem TOT dan gulma disemprot dengan herbisida dengan dosis sesuai anjuran. Keunggulan teknik TOT adalah mengurangi biaya untuk mempercepat pengolahan tanah dan pengairan. Selain itu dapat juga memajukan waktu tanam, mengurangi erosi dan meningkatkan kandungan air tanah (FAO, 2000).
Tanpa Olah Tanah adalah cara penanaman yang tidak memerlukan penyiapan lahan, kecuali membuka lobang kecil untuk meletakkan benih. Di Negara maju peletakan benih menggunkan alat berupa planter yang dilengkapi dengan disk opener, sedangkan di Negara-negara berkembang seperti Indonesia umumnya masih menggunakan tongkat kayu yang diruncingkan bagian bawahnya (tugal). Tanpa Olah Tanah biasanya dicirikan oleh sangat sedikitnya gangguan terhadap permukaan tanah, kecuali lobang kecl untuk peletakkan benih dan adaanya penggunaan sisa tanaman sebagai mulsa yang mentupi sebagian besar permukaan tanah
Pada lahan yang ditanami jagung 2 kali setahun, penanaman pada musim penghujan tanah diolah sempurna dan pada musim tanam berikutnya penanaman dapat dilakukan dengan tanpa olah tanah untuk mempercepat waktu tanam.
Tujuan Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah bertujuan untuk :
1.     Untuk mencampur dan menggemburkan tanah.
Setiap upaya pengolahan tanah akan menyebabkan terjadinya sifat-sifat tanah. Tingkat perubahan yang terjadi sangat ditentukan oleh jenis alat pengolahan lapisan bawah tanah yang digunakan. Penggunaan cangkul misalnya, relatif tidak akan banyak terjadinya pemadatan lapisan bawah tanah.
2.     Mengontrol tanaman pengganggu dan hama lainnya
Dengan mengadakan pengolahan tanah terutama pengolahan tanah sempurna akan dapat menghilangkan tanaman pengganggu dan begitu juga dapat memutus siklus hidup OPT yang merugikan tanaman jagung.
3.     Mencampur sisa tanaman dengan tanah.
Dengan melakukan pengolahan tanah, sisa-sisa tanaman bercampur dengan bongkahan-bongkahan kecil dari tanah yang diolah
4.     Menciptakan kondisi kegemburan tanah yang baik untuk pertumbuhan akar
Kepadatan tanah akan mempengaruhi pertumbuhan akar tanaman, dengan adanya pengolahan tanah akan meningkatkan porositas tanah dan sifat-sifat hidrolik tanah sehingga mempermudah penetrasi akar dalam menyerap unsur hara di dalam tanah. (Rahman et al., 2004) menyebutkan bahwa hantaran hidrolik tanah berbanding lurus dengan pori berukuran makro, yang berarti bahwa hantaran hidrolik tanah meningkat dengan makin besarnya volume pori tanah.
5.     Mendorong aktifitas mikroorganisme tanah, dan membuang gas-gas beracun dari dalam tanah.
Pengolahan tanah memacu aktivitas mikroba yang ditandai oleh meningkatnya jumlah populasi dan aktifitas respirasi. Simulasi ini terjadi karena terganggunya agregat tanah dan tereksposnya bahan-bahan cepat lapuk (degradable material). Menurut Elliott (1986) agregat tanah makro merupakan tempat paling aktif terjadinya proses mineralisasi (perubahan elemen organik menjadi anorganik). Pembalikan tanah dan penghancuran bahan-bahan organik menciptakan zona aktivitas mikroba intensif di lapisan olah.
Lebih jauh Pankhurst dan Lynch (1983) mengemukakan bahwa gangguan tanah akibat pengolahan akan memacu perkembangan mikroba aerobic (biasanya bakteri) yang memiliki metabolisme tinggi ini mengakibatkan berkembangnya fauna pemakan bakteri (protozoa dan nematode) di tanah-tanah pertanian, sehingga dekomposisi bahan organik dan sisa tanaman dan menetralisasi hara meningkat pesat. Sebaliknya pada OTK residu tanaman terlokalisir di permukaan tanah ini meningkatkan pertumbuhan jamur dan immobilisasi hara (perubahan/konversi elemen anorganik menjadi organik). Meningkatnya populasi jamur akan memicu perkembangan fauna pemakan jamur (nematoda, polenbola, dan cacing tanah). Dengan demikian pada TOT dekomposisi dan mineralisasi bahan organik dan sisa tanaman berlangsung lambat.
Waktu Pengolahan Tanah
Waktu pengolahan tanah yang baik minimal satu minggu sebelum tanam. Penyiapan lahan dilakukan setelah panen padi baik tanpa pengolahan maupun dengan pengolahan tanah. Tanpa pengolahan tanah dapat dilakukan utamanya pada tanah yang mempunyai tekstur ringan. Penyiapan lahan tanpa pengolahan tanah dapat dilakukan dengan membersihkan lahan dari sisa –sisa jerami padi dan jika dinilai keberadaan gulma juga dapat mengganggu saat pertumbuhan awal tanaman maka dapat dilakukan penyemprotan dengan herbisida saat satu minggu sebelum waktu tanam yang ditentukan. Penyiapan lahan dengan sistem tanah olah sempurna dapat dilakukan 2 minggu atau 1 minggu sebelum tanam.
Demikian teknik pengolahan lahan untuk tanaman jagung, semoga bermanfaat.
Sumber: bahan ajar diklat jagung